Isnin, 27 Oktober 2008
Perlembagaan Negara Islam (Perkara 39)
Article 39
There are three matters by which the situation of the Khaleefah changes, and by such he is discharged from the office of Khilafah. They are:
a. If one of the qualifying conditions of the Khilafah contract becomes void, such as apostatising from Islam, insanity or manifest sinfulness (fisq) and the like. This is because these are conditions for contracting the Khilafah and for its continuity.
b. His inability to undertake the responsibilities of the Khilafah post, for any reason.
c. In the event of sub-dual, whereby the Khaleefah is rendered unable to conduct the affairs of the Muslims by his own opinion according to the shar’a. If the Khaleefah is subdued by any force to an extent that he is unable to manage the citizens affairs by his own opinion alone according to the rules of shar’a, he is considered to be legitimately incapable of undertaking the functions of the state, and thus he ceases to be a Khaleefah. This situation may arise under two circumstances. They are:
First. When one, or more, of the Khaleefah's entourage exerts control over the management of affairs. If there is a chance that the Khaleefah could rid himself of their dominance he is cautioned for a specified period of time, after which, if he fails to rid himself of their dominance, he must be dismissed. If it appears that there is no chance of the Khaleefah freeing himself from their dominance, he is to be dismissed immediately.
Second. Should the Khaleefah be captured by a subduing enemy, whether he is actually captured or under its influence. In this case the situation is to be examined; if there is a chance to rescue the Khaleefah, he is given a period of time until it appears that there is no hope to rescue him, after which he is dismissed. Should it appear from the outset that there is no hope of rescuing him, he is to be dismissed immediately.
Perkara 39
Terdapat tiga (3) perkara yang mengubah keadaan khalifah sehingga ia tidak layak lagi menjawat Khalifah.
Fasal 1 - Jika salah satu syarat dari syarat-syarat in’iqad khilafah, yang sekaligus merupakan syarat-syarat kelangsungan khilafah, telah gugur. Misalnya murtad, fasik secara terang-terangan, gila dan lain-lain.
Fasal 2 - Tidak mampu memikul tugas-tugas khilafah oleh kerana suatu sebab tertentu.
Fasal 3 - Adanya tekanan yang menyebabkan ia tidak mampu lagi menjalankan urusan kaum muslimin menurut pendapatnya yang sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Bila terdapat tekanan dari pihak tertentu sehingga khalifah tidak mampu memelihara urusan rakyat menurut pendapatnya sendiri sesuai dengan hukum syara’, maka secara de-jure ia tidak mampu melaksanakan tugas-tugas negara, sehingga tidak layak lagi menjabat sebagai khalifah. Hal ini berlaku dalam dua (2) keadaan :
Pertama : Apabila salah seorang atau beberapa orang dari para pendampingnya mengendalikan khalifah sehingga mereka mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Apabila masih ada harapan dapat terbebas dari dominasi mereka, maka khalifah ditegur dan diberi jangka untuk membebaskan diri. Jika ternyata tidak mampu mengatasi dominasi mereka, maka ia diberhentikan. Bila tidak ada harapan lagi maka segera khalifah diberhentikan.
Kedua : Apabila khalifah menjadi tawanan musuh yang menaklukkan negerinya baik dengan cara ditawan atau ditekan musuh, maka dalam situasi demikian perlu dipertimbangkan. Jika masih ada harapan untuk dibebaskan maka pemberhentiannya ditangguhkan sampai batas tidak ada harapan lagi untuk membebaskannya, dan jika ternyata demikian, barulah dia diberhentikan. Bila sejak awal tidak ada harapan sama sekali untuk membebaskannya maka segera diganti.
There are three matters by which the situation of the Khaleefah changes, and by such he is discharged from the office of Khilafah. They are:
a. If one of the qualifying conditions of the Khilafah contract becomes void, such as apostatising from Islam, insanity or manifest sinfulness (fisq) and the like. This is because these are conditions for contracting the Khilafah and for its continuity.
b. His inability to undertake the responsibilities of the Khilafah post, for any reason.
c. In the event of sub-dual, whereby the Khaleefah is rendered unable to conduct the affairs of the Muslims by his own opinion according to the shar’a. If the Khaleefah is subdued by any force to an extent that he is unable to manage the citizens affairs by his own opinion alone according to the rules of shar’a, he is considered to be legitimately incapable of undertaking the functions of the state, and thus he ceases to be a Khaleefah. This situation may arise under two circumstances. They are:
First. When one, or more, of the Khaleefah's entourage exerts control over the management of affairs. If there is a chance that the Khaleefah could rid himself of their dominance he is cautioned for a specified period of time, after which, if he fails to rid himself of their dominance, he must be dismissed. If it appears that there is no chance of the Khaleefah freeing himself from their dominance, he is to be dismissed immediately.
Second. Should the Khaleefah be captured by a subduing enemy, whether he is actually captured or under its influence. In this case the situation is to be examined; if there is a chance to rescue the Khaleefah, he is given a period of time until it appears that there is no hope to rescue him, after which he is dismissed. Should it appear from the outset that there is no hope of rescuing him, he is to be dismissed immediately.
Perkara 39
Terdapat tiga (3) perkara yang mengubah keadaan khalifah sehingga ia tidak layak lagi menjawat Khalifah.
Fasal 1 - Jika salah satu syarat dari syarat-syarat in’iqad khilafah, yang sekaligus merupakan syarat-syarat kelangsungan khilafah, telah gugur. Misalnya murtad, fasik secara terang-terangan, gila dan lain-lain.
Fasal 2 - Tidak mampu memikul tugas-tugas khilafah oleh kerana suatu sebab tertentu.
Fasal 3 - Adanya tekanan yang menyebabkan ia tidak mampu lagi menjalankan urusan kaum muslimin menurut pendapatnya yang sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Bila terdapat tekanan dari pihak tertentu sehingga khalifah tidak mampu memelihara urusan rakyat menurut pendapatnya sendiri sesuai dengan hukum syara’, maka secara de-jure ia tidak mampu melaksanakan tugas-tugas negara, sehingga tidak layak lagi menjabat sebagai khalifah. Hal ini berlaku dalam dua (2) keadaan :
Pertama : Apabila salah seorang atau beberapa orang dari para pendampingnya mengendalikan khalifah sehingga mereka mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Apabila masih ada harapan dapat terbebas dari dominasi mereka, maka khalifah ditegur dan diberi jangka untuk membebaskan diri. Jika ternyata tidak mampu mengatasi dominasi mereka, maka ia diberhentikan. Bila tidak ada harapan lagi maka segera khalifah diberhentikan.
Kedua : Apabila khalifah menjadi tawanan musuh yang menaklukkan negerinya baik dengan cara ditawan atau ditekan musuh, maka dalam situasi demikian perlu dipertimbangkan. Jika masih ada harapan untuk dibebaskan maka pemberhentiannya ditangguhkan sampai batas tidak ada harapan lagi untuk membebaskannya, dan jika ternyata demikian, barulah dia diberhentikan. Bila sejak awal tidak ada harapan sama sekali untuk membebaskannya maka segera diganti.
Perlembagaan Negara Islam (Perkara 35)
Article 35
The Khaleefah is the State. He possesses all the powers/function of the state; so he possesses the following powers:
a. The Khaleefah puts the AHkam Shara’iah, once he adopted them, into law, and as such they become canons that must be obeyed and not violated.
b. The Khaleefah is responsible for both the internal and external policies of the State. He takes charge of the leadership of the army and has the right to declare war, conclude peace, armistice, and treaties.
c. The Khaleefah has the authority to accept and reject foreign ambassadors, and to appoint and dismiss Muslim ambassadors.
d. The Khaleefah appoints and dismisses the assistants (mâawin) and the governors (wulah). The assistants and governors are responsible to the Khaleefah as well as to Majlis al-Ummah.
e. The Khaleefah appoints and dismisses the chief judge, the directors of departments, the heads of the armed forces and the generals; all of whom are responsible to the Khaleefah and not to the Majlis al-Ummah.
f. The Khaleefah adopts the AHkam Shara’iah by which the State's budget is set. The Khaleefah decides its sections and the funds required for every field, whether they are related to revenue or expenditure.
Perkara 35
Khalifah adalah negara. Sebab, khalifah memiliki seluruh kuasa yang dimiliki sebuah negara, yang dapat dikategorikan sebagai berikut :
Fasal 1 - Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ dan yang menjadikannya sebagai undang-undang rasmi yang wajib dilaksanakan, sehingga menjadi kanun yang wajib ditaati, serta tidak boleh dilanggar.
Fasal 2 - Dialah yang bertanggungjawab terhadap politik negara, baik dalam mahupun luar negeri. Dialah yang menguasai kepimpinan tentera dan yang berhak mengumumkan perang, membuat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian lainnya
Fasal 3 - Dialah yang berhak menerima atau menolak para duta besar asing, serta yang berhak menentukan dan memberhentikan para duta besar kaum muslimin.
Fasal 4 - Dialah yang menentukan dan memberhentikan para Mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung jawab kepadanya sebagaimana bertanggungjawab kepada Majlis Ummat.
Fasal 5 - Dialah yang menentukan dan memberhentikan Qadhi Qudhat, Ketua Pengarah Jabatan, komandan (panglima) perang dan Jenderal, dan mereka semua bertanggungjawab kepadanya, akan tetapi tidak bertanggungjawab kepada Majlis Ummat.
Fasal 6 - Khalifahlah yang menerapkan hukum-hukum syara’ yang berhubungan bajet negara. Khalifah pula yang menetapkan perincian bajet; pendapatan mahupun pengeluaran.
The Khaleefah is the State. He possesses all the powers/function of the state; so he possesses the following powers:
a. The Khaleefah puts the AHkam Shara’iah, once he adopted them, into law, and as such they become canons that must be obeyed and not violated.
b. The Khaleefah is responsible for both the internal and external policies of the State. He takes charge of the leadership of the army and has the right to declare war, conclude peace, armistice, and treaties.
c. The Khaleefah has the authority to accept and reject foreign ambassadors, and to appoint and dismiss Muslim ambassadors.
d. The Khaleefah appoints and dismisses the assistants (mâawin) and the governors (wulah). The assistants and governors are responsible to the Khaleefah as well as to Majlis al-Ummah.
e. The Khaleefah appoints and dismisses the chief judge, the directors of departments, the heads of the armed forces and the generals; all of whom are responsible to the Khaleefah and not to the Majlis al-Ummah.
f. The Khaleefah adopts the AHkam Shara’iah by which the State's budget is set. The Khaleefah decides its sections and the funds required for every field, whether they are related to revenue or expenditure.
Perkara 35
Khalifah adalah negara. Sebab, khalifah memiliki seluruh kuasa yang dimiliki sebuah negara, yang dapat dikategorikan sebagai berikut :
Fasal 1 - Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ dan yang menjadikannya sebagai undang-undang rasmi yang wajib dilaksanakan, sehingga menjadi kanun yang wajib ditaati, serta tidak boleh dilanggar.
Fasal 2 - Dialah yang bertanggungjawab terhadap politik negara, baik dalam mahupun luar negeri. Dialah yang menguasai kepimpinan tentera dan yang berhak mengumumkan perang, membuat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian lainnya
Fasal 3 - Dialah yang berhak menerima atau menolak para duta besar asing, serta yang berhak menentukan dan memberhentikan para duta besar kaum muslimin.
Fasal 4 - Dialah yang menentukan dan memberhentikan para Mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung jawab kepadanya sebagaimana bertanggungjawab kepada Majlis Ummat.
Fasal 5 - Dialah yang menentukan dan memberhentikan Qadhi Qudhat, Ketua Pengarah Jabatan, komandan (panglima) perang dan Jenderal, dan mereka semua bertanggungjawab kepadanya, akan tetapi tidak bertanggungjawab kepada Majlis Ummat.
Fasal 6 - Khalifahlah yang menerapkan hukum-hukum syara’ yang berhubungan bajet negara. Khalifah pula yang menetapkan perincian bajet; pendapatan mahupun pengeluaran.
Perlembagaan Negara Islam (Perkara 33)
broph
Article 33
The Khilafah is to be appointed in the following manner:
a. The Muslim members of the Majlis al-Ummah short-list the candidates for that post. Their names are subsequently announced and the Muslims are asked to elect one person from them.
b. The result of the election is announced and the person who has attained the majority of the votes is to be announced to the Muslims.
c. The Muslims must hasten to give ba’iah to the one who has attained the majority of votes as a Khaleefah for muslims , on the condition of following the Qur'an and the Sunnah of Rasool Allah .
d. Once the ba’iah has been accomplished, the name of the man who has become the Khaleefah along with a statement that he is qualified with all the agreement conditions necessary for holding the office of Khilafah is announced to the people so that the news of his appointment reaches the entire Ummah.
Perkara 33
Tata cara pengangkatan khalifah adalah sebagai berikut :
Fasal 1 - Anggota Majlis Ummat dari kalangan kaum muslimin mengajukan beberapa calon untuk kedudukan ini, lalu nama-nama mereka diumumkan, dan kaum muslimin diminta untuk memilih salah satu di antaranya;
Fasal 2 - Hasil pemilihan diumumkan sehingga kaum muslimin mengetahui siapa yang mendapat undian terbanyak dari para calon.
Fasal 3 - Anggota Majlis Ummat tersebut segera membai’at siapa yang mendapat undian terbanyak sebagai Khalifah untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah-Nya.
Fasal 4 - Setelah pelaksanaan bai’at sempurna, diumumkan pula Khalifah yang baru dibai’at kepada khalayak ramai (seluruh umat), dengan mengumumkan namanya dan sifat-sifat yang menjadikannya layak untuk diangkat sebagai Khilafah.
Article 33
The Khilafah is to be appointed in the following manner:
a. The Muslim members of the Majlis al-Ummah short-list the candidates for that post. Their names are subsequently announced and the Muslims are asked to elect one person from them.
b. The result of the election is announced and the person who has attained the majority of the votes is to be announced to the Muslims.
c. The Muslims must hasten to give ba’iah to the one who has attained the majority of votes as a Khaleefah for muslims , on the condition of following the Qur'an and the Sunnah of Rasool Allah .
d. Once the ba’iah has been accomplished, the name of the man who has become the Khaleefah along with a statement that he is qualified with all the agreement conditions necessary for holding the office of Khilafah is announced to the people so that the news of his appointment reaches the entire Ummah.
Perkara 33
Tata cara pengangkatan khalifah adalah sebagai berikut :
Fasal 1 - Anggota Majlis Ummat dari kalangan kaum muslimin mengajukan beberapa calon untuk kedudukan ini, lalu nama-nama mereka diumumkan, dan kaum muslimin diminta untuk memilih salah satu di antaranya;
Fasal 2 - Hasil pemilihan diumumkan sehingga kaum muslimin mengetahui siapa yang mendapat undian terbanyak dari para calon.
Fasal 3 - Anggota Majlis Ummat tersebut segera membai’at siapa yang mendapat undian terbanyak sebagai Khalifah untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah-Nya.
Fasal 4 - Setelah pelaksanaan bai’at sempurna, diumumkan pula Khalifah yang baru dibai’at kepada khalayak ramai (seluruh umat), dengan mengumumkan namanya dan sifat-sifat yang menjadikannya layak untuk diangkat sebagai Khilafah.
Langgan:
Catatan (Atom)